Sebelum China, UGM Pernah Kembangkan Baterai Nuklir Tahan 40 Tahun

Palinghebohviral.com – Betavolt, sebuah perusahaan rintisan asal China, berhasil menciptakan baterai nuklir dengan daya tahan luar biasa selama 50 tahun tanpa perlu pengisian ulang. Meskipun terlihat sebagai terobosan baru, inovasi ini sebenarnya bukan barang baru.

Indonesia telah lebih dulu mengembangkan purwarupa serupa.
Pada tahun 2019, tim peneliti dari Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta berhasil mengembangkan prototipe baterai nuklir sebagai sumber energi listrik. Baterai nuklir ini diperkirakan memiliki daya tahan hingga 40 tahun.

Ketua Tim Peneliti Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Yudi Utomo Imardjoko, menjelaskan bahwa pengembangan prototipe ini awalnya dibiayai oleh mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan.

“Dahlan Iskan ingin agar dari teknologi nuklir Indonesia ada sesuatu yang bisa diwujudkan, bukan hanya teoritis. Ini salah satu bukti bahwa kami sudah melakukan sesuatu yang memberikan hasil, walaupun masih dalam skala kecil yang tinggal perlu ditingkatkan saja,” kata Yudi pada Jumat (22/11/2019), seperti dikutip dari Antara.

Pendanaan untuk pengembangan baterai tersebut kemudian dilanjutkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertahanan. Meskipun telah dikembangkan selama dua tahun sejak 2017, proyek penelitian ini menghasilkan hasil yang belum sepenuhnya memuaskan.
“Ini masih dalam skala kecil, efisiensinya masih rendah meskipun sudah cukup tinggi dibandingkan dengan tempat lain,” ungkap Yudi.

Namun, pengembangan baterai nuklir UGM saat itu mengalami kendala terkait ketersediaan plutonium 238 sebagai bahan baku utama. Limbah radioaktif ini memiliki harga yang cukup mahal karena harus diimpor dari Rusia.
“Harganya hanya US$12 dolar per keping, tetapi setelah sampai di sini, harganya melonjak menjadi US$8.600 dolar per keping,” ujar Yudi.

Dalam mengatasi kendala ini, Dahlan Iskan menyampaikan bahwa hal tersebut dapat diatasi apabila Indonesia memiliki reaktor torium, yang dapat menghasilkan limbah plutonium.
“Sebenarnya kita bisa tidak lagi impor jika kita sudah memiliki reaktor torium. Desainnya sudah ada, dibuat oleh para ahli nuklir, dan kebetulan saya yang membiayai. Desainnya sudah siap, tinggal bagaimana mewujudkannya,” papar Dahlan Iskan, seperti dikutip dari situs UGM.

Awal Mula Asisten peneliti dari Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM, Elly Ismail, menjelaskan bahwa ide pengembangan baterai nuklir bermula dari upaya mencari sumber tenaga yang kecil namun memiliki daya tahan yang lama.
Setelah mempelajari berbagai jurnal, nuklir menjadi pilihan karena baterai nuklir dapat bertahan hingga 40 tahun dengan daya yang dimilikinya, sementara baterai lithium hanya mampu bertahan selama satu atau dua tahun.

Baterai nuklir dikemas dalam bentuk tabung. Daya listrik yang dihasilkan berasal dari pancaran radiasi plutonium 238 yang dikonversi menjadi cahaya tampak. Selanjutnya, cahaya tampak ditangkap oleh foto voltaik atau sel surya untuk diubah menjadi energi listrik.
Baterai ini memiliki potensi untuk digunakan di daerah terpencil sebagai sumber energi bagi alat sensor yang dapat mendeteksi aktivitas di wilayah perbatasan Indonesia.

“Ke depan, baterai ini dapat digunakan sebagai sumber energi untuk berbagai peralatan elektronik di Indonesia, selama teknologinya sudah dalam ukuran mikro,” tambah Elly.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi lebih lanjut mengenai kelanjutan studi UGM ini.
Sebelumnya, Betavolt telah mengembangkan baterai nuklir BV100. Mereka mengklaim bahwa baterai ini dapat menghasilkan listrik selama 50 tahun tanpa perlu pengisian ulang atau pemeliharaan.

Perusahaan berbasis di Beijing ini menyebutkan bahwa BV100 adalah baterai nuklir pertama yang berhasil meminiaturisasi energi atom. BV100 menempatkan isotop nikel-63 dalam modul yang berukuran lebih kecil dari sekeping uang logam.

Betavolt menyatakan bahwa baterai ini sudah memasuki tahap uji coba dan berencana untuk diproduksi massal untuk penggunaan komersial seperti pada ponsel dan drone.
Dengan daya 100 mikrowatt dan tegangan 3V, serta ukurannya yang mungil (15x15x5 milimeter kubik), baterai ini dapat dipasang dalam jumlah banyak untuk menghasilkan energi yang lebih besar.

(dkm/tmy)

No comments yet! You be the first to comment.

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *