Fenomena Emotional Eating dan Dampaknya terhadap Kesehatan Menjadi Sorotan dalam “Mindful Eating Study”

Palinghebohviral.com -Hampir setengah penduduk Indonesia ternyata menjadikan ritual makan sebagai bentuk kompensasi emosional, menurut hasil survei “Mindful Eating Study” yang dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC).
Menurut peneliti utama, Ray Wagiu Basrowi, dari total 1.158 responden yang terlibat dalam survei daring ini, sebanyak 47 persen tergolong sebagai emotional eater. Hasil ini mencerminkan maraknya kebiasaan emotional eating di kalangan masyarakat.

Survei ini melibatkan responden dari 20 provinsi dengan rentang usia antara 20-59 tahun. Mereka diminta menjawab kuesioner dari tiga paket survei, yaitu Mindful Eater Questionnaire (Frandson, 2009), Emotional Eater Questionnaire (Garaulet, 2013), dan PPS Questionnaire for Perceived Stress Scale.
Dari total responden, 56 persen tengah menjalani diet seperti diet keto, diet intermittent, dan diet rendah lemak. Hasilnya, 53 persen dari mereka termasuk dalam kategori mindful eater, sementara 47 persen adalah emotional eater.

Menariknya, sebanyak 49 persen responden dengan kebiasaan emotional eating berusia kurang dari 40 tahun, sementara para mindful eater umumnya berusia antara 40-60 tahun.
Ray Basrowi menjelaskan bahwa mindful eating adalah model perilaku makan yang dapat mengelola kebiasaan makan dengan baik. Mindful eater makan dengan penuh kesadaran, mengetahui bahwa makanan dikonsumsi untuk membawa dampak kesehatan. Sebaliknya, emotional eating merupakan perilaku makan tanpa kesadaran akan nutrisi atau dampaknya terhadap kesehatan.
“Orang yang memiliki kebiasaan makan penuh perhatian (mindful) cenderung memiliki status kesehatan yang lebih baik, baik secara fisik maupun mental, dan dapat menurunkan risiko penyakit metabolik,” kata Ray.

Temuan survei juga menunjukkan bahwa emotional eating memiliki kaitan erat dengan stres. Sebanyak 51 persen emotional eaters berisiko mengalami stres dua kali lipat lebih tinggi. Risiko ini bahkan lebih tinggi pada mereka yang sedang menjalani diet, di mana 57 persen responden yang sedang diet dan emotional eater berisiko mengalami stres 2,5 kali lipat lebih tinggi.
“Sebanyak 73 persen yang menjalani mindful eating memiliki risiko tiga kali lebih rendah untuk mengalami stres,” tambahnya.

Ray juga menekankan bahwa stres dapat mempengaruhi proses pencernaan makanan, mengurangi optimalitas penyerapan nutrisi. Oleh karena itu, meskipun seseorang telah memilih makanan sehat, stres dapat menghambat enzim pencernaan dan memengaruhi kerja bakteri baik pada usus besar.

Artikel ini disusun untuk memberikan wawasan tentang kebiasaan makan dan dampaknya terhadap kesehatan mental dan fisik, serta menyoroti pentingnya mindful eating sebagai model perilaku makan yang lebih sehat.
(dkm)

No comments yet! You be the first to comment.

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *